Pages

Wednesday, March 11, 2009

Revolusi Cinta

Sejatinya, sepanjang hidup umat manusia di dunia merupakan perjalanan mengikuti Jalan Salib sebagaimana dilakukan Sang Gelandangan Sejati van Betlehem. Panggilan mengikut Yesus adalah panggilan yang terus menerus menuntut kita membiarkan mati hasrat dan keinginan, kesuksesan dan hasil karya, untuk membuang kebutuhan berkuasa, mematikan mimpi-mimpi yang megah menawan.
Kegembiraan, kedamaian, dan kemuliaan yang ditawarkan Sang Gelandangan Sejati tersembunyi pada jalan menuju salib. Terletaklah di sana harapan, kemenangan, dan hidup baru. Semua itu hanya diberikan kepada kita yang berani kehilangan segalanya. “Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” (Luk 9:24).
Jalan Salib Sang Gelandangan Sejati mengarah pada Kematian. “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24). Dengan memberikan diri kepada orang-orang lain, hidup-Nya berbuah. Sang Gelandangan Sejati, manusia tak bersalah sama sekali, manusia tanpa dosa. Ia tanpa rasa malu mati dengan mengenaskan agar kematian tidak lagi harus dihindarkan, tetapi bisa menjadi pintu gerbang kehidupan.
Kematian, penghancuran, dan pembasmian mengepung kita dari segala sisi. Setiap kali kita membuka lembaran koran muncul cerita-cerita perang, pembunuhan, penyiksaan, pemukulan, dan tak terhitung tragedi lainnya yang membawa kepada kesakitan dan kematian. Dengan data tersebut kita tergoda untuk percaya bahwa kematian adalah pemenangnya. Tetapi kematian Yesus memanggil kita untuk memilih kehidupan sebagai pemenangnya.
Tantangan berat hidup kita adalah memilih mengatakan ”ya” kepada kehidupan, bahkan dalam hal-hal yang paling kecil, yang tampaknya tidak penting. Setiap saat dalam kehidupan sehari-hari, ada sebuah pilihan yang harus kita ambil: pilihan untuk hidup atau pilihan melawan kehidupan. Apakah aku memilih berpikir untuk mengampuni ataukah menuduh seseorang? Apakah aku memilih menerima ataukah menolak seseorang? Apakah aku memilih mengulurkan tangan ataukah menariknya kembali? Apakah aku memilih membagi ataukah menimbun? Apakah aku memilih mengalah ataukah berpegang teguh? Apakah aku memilih melukai ataukah menyembuhkan? Seringkali emosi-emosi kita datang sebagai arus gelombang yang sulit dikendalikan. Hanya dalam kesatuan dengan Yesus kita dapat mengendalikannya. Kematian Yesus mengatasi semua kekuatan maut dan ”Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut” (Ibr. 2:15).
Kalau kita sadari rasanya tidak pernah ada ”Ya” kepada kehidupan tanpa banyak kematian. Tak pernah ada cinta tanpa duka, tak pernah ada keterlibatan tanpa kehilangan. Tak pernah ada pemberian tanpa pengorbanan. Kapan saja kita menolak duka, kita tak akan mampu mencintai. Maka kita akan tetap memilih mencintai, meskipun di sana akan ada banyak cucuran air mata. Mencintai dengan sungguh-sungguh harus mempunyai kemauan untuk memeluk duka. Mencintai Allah dengan segenap hati, dengan segenap akal budi, dengan segenap kekuatan adalah membuka hati kepada kedukaan, bahkan kematian.
Marilah kita tetap tekun dan setia memilih kehidupan dengan mencintai semua orang yang kita jumpai, mencintai seluruh ciptaan, meskipun harus dengan susah payah mematikan segala hasrat, keinginan pribadi kita yang tidak teratur. Marilah bertekun dan setia mengikuti jalan salib Yesus yang menuju pada Kebangkitan, kehidupan abadi.
Kiranya banyak peristiwa suka duka telah kita lalui hari demi hari. Kita yakin semua itu adalah cara Tuhan menuntun kita. Semoga kita tetap tekun dan setia membuka hati mendengarkan tuntunan-Nya melalui kontemplasi dalam aksi (contemplatio in actione) hidup kita. Dengan demikian jalan hidup kita yang kadang terasa berat mempunyai makna salib Yesus yang membawa kita kepada kehidupan sejati bersama kebangkitan Yesus.
Selamat Mencinta demi CINTA! dan marilah kita tetap memohon kepada Sang Sumber Cinta, agar hidup kita tetap menjadi tanda harapan akan adanya pemenuhan akan janji-Nya.

No comments:

Post a Comment